Rastranews.id, Makassar — Kasus HIV di Kota Makassar menunjukkan tren penurunan signifikan dalam tiga tahun terakhir.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Makassar, tercatat 1.015 kasus pada 2023, menurun menjadi 925 kasus di 2024, dan hingga pertengahan 2025 hanya tersisa 454 kasus aktif yang terdata.

Meski demikian, Pemerintah Kota Makassar di bawah kepemimpinan Wali Kota Munafri Arifuddin terus memperkuat langkah pencegahan dan penanganan HIV/AIDS agar tren penurunan ini berkelanjutan.

Salah satunya dengan menyiapkan Peraturan Daerah (Perda) Penanganan HIV/AIDS yang ditargetkan rampung pada tahun 2026.

“Dengan berbagai dinamika yang terjadi, saya pastikan Perda HIV/AIDS akan jalan dan menjadi peraturan daerah di Kota Makassar,” tegas Munafri saat menerima kunjungan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Sulawesi Selatan di Balai Kota Makassar, Senin (3/11/2025).

Munafri menjelaskan, Ranperda tersebut telah masuk dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2026 dan akan memperkuat dasar hukum bagi Dinas Kesehatan untuk bekerja maksimal dalam pencegahan dan pengendalian HIV di wilayah Makassar.

“Kami selalu upayakan agar penyelesaian persoalan HIV ini menjadi kerja bersama. Pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan penerima manfaat program harus saling berkoordinasi,” ujarnya.

Langkah tersebut juga ditopang oleh kerja sama antara Pemkot dan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) melalui mekanisme kontrak sosial (social contracting) berbasis Swakelola Tipe III, yang memungkinkan OMS menjadi mitra resmi pemerintah dalam menjalankan program HIV/AIDS.

Wali Kota yang akrab disapa Appi itu menilai, kolaborasi lintas sektor mutlak dilakukan, mengingat tantangan sosial di lapangan masih tinggi.

Salah satunya adalah kecenderungan sebagian pengidap HIV yang enggan terbuka terkait status kesehatannya.

“Persoalan HIV bisa menjadi lebih fatal karena banyak yang sudah tidak mau mengaku. Baru ketahuan setelah ada operasi atau tindakan. Ini yang butuh sosialisasi masif,” ujar Appi.

Sementara itu, Direktur PKBI Sulsel, Andi Iskandar Harun, menyebut mekanisme Swakelola Tipe III menjadi solusi konkret untuk menjaga keberlanjutan program di tengah menurunnya bantuan donor internasional.

“Peran OMS seperti LSM dan CBO sangat penting dalam menjangkau populasi kunci yang paling berisiko—seperti pekerja seks, LSL, waria, dan pengguna narkoba suntik,” jelas Iskandar.

Melalui skema kontrak sosial ini, OMS tak lagi hanya penerima hibah, tetapi menjadi mitra pelaksana resmi pemerintah dengan sistem pelaporan dan akuntabilitas yang jelas.

PKBI Sulsel sebagai Sub-Sub Recipient (SSR) CSS-HR untuk Distrik Makassar kini tengah mendorong agar mekanisme kontrak sosial diintegrasikan dalam rencana dan alokasi anggaran OPD tahun 2025.

“Kami berharap dukungan kebijakan dari Wali Kota agar skema ini bisa dijalankan secara formal, menjadi model kolaborasi yang efektif antara pemerintah dan masyarakat sipil,” ujarnya.

Melalui langkah kebijakan ini, diharapkan Makassar dapat mempercepat pencapaian target “Three Zeroes 2030” yakni nol infeksi baru, nol kematian akibat AIDS, dan nol diskriminasi. (MU)