Rastranews.id, Makassar – Kantor Wilayah Kementerian Hak Asasi Manusia (KemenHAM) Sulawesi Selatan (Sulsel) menggelar refleksi dan tasyakuran menandai satu tahun berdirinya KemenHAM secara nasional.

‎Kegiatan ini dilaksanakan serentak se-Indonesia pada Selasa (21/10/2025) dan diikuti secara virtual dari Aula Kanwil Sulsel.

‎Wakil Menteri HAM RI, Mugiyanto, dalam sambutan daringnya menyebut momentum satu tahun menjadi pengingat penting untuk terus menempatkan HAM sebagai fondasi kebijakan negara.

‎“Satu tahun Kementerian HAM adalah wujud komitmen bangsa untuk menempatkan HAM sebagai pondasi pembangunan nasional berbasis keadilan dan kemanusiaan, serta momentum introspeksi dalam tata kelola pemerintahan yang menghormati HAM,” ujarnya.

‎Agenda dilanjutkan dengan peluncuran Renstra KemenHAM 2025–2029, Buku Laporan Kinerja Satu Tahun, serta kickoff rangkaian Hari HAM Sedunia ke-77 oleh Menteri HAM RI Natalius Pigai.

‎Dalam arahannya, Natalius menegaskan nilai dasar integritas dalam pelayanan publik.

‎“Kejujuran dalam berkinerja, integritas dalam melaksanakan tugas dan fungsi, serta semangat untuk menghindari praktik suap-menyuap dan korupsi merupakan nilai yang terus dijunjung tinggi,” tegasnya.

‎Ia juga menekankan komitmen KemenHAM membangun kedigdayaan institusi demi mengangkat derajat masyarakat kecil yang belum memperoleh keadilan.

‎Kepala Kanwil KemenHAM Sulsel, Daniel Rumsowek, menjelaskan bahwa perayaan ini merujuk pada struktur baru kementerian yang telah berusia setahun, sementara Kanwil Sulsel baru efektif sembilan bulan berjalan.

‎“Kalau kementeriannya sudah satu tahun, untuk Kanwil Sulsel baru efektif sejak Maret, jadi sekitar sembilan bulan,” terangnya.

‎Daniel mengakui masih ada target yang belum tercapai, namun prioritas tetap berjalan, terutama penguatan kapasitas HAM bagi aparatur, masyarakat, komunitas dan pelaku usaha.

Dari sekitar 82 ribu target kerja, beberapa melampaui capaian awal.

‎“Komunitas ditargetkan lima kelompok komunitas, tapi kemudian kita sudah mencapai 10 komunitas. Ada juga pelaku usaha, yang tadinya dia di bawah, targetnya 10, kita bisa mencapai 50,” ungkapnya.

‎Menurutnya, penguatan kapasitas bukan sekadar pemahaman, melainkan tanggung jawab negara dalam memastikan pelayanan publik berbasis nilai HAM.

‎“Ketika kita bisa memberikan penguatan kepada apartur negara, maka diharapkan dalam hal pengambilan kebijakan, dalam hal pelayanan, komunikasi masyarakat, nilai prinsip Hak Asasi Manusia lebih ditanamkan,” tutur Daniel.

‎Ia menilai potensi pelanggaran HAM dalam pelayanan publik kerap muncul pada aspek komunikasi dan prosedur, sehingga perlu terus diperbaiki.

‎“Ini yang perlu kita kuatkan agar kerja kerja aparatur negara harus berlandaskan nilai-nilai HAM dalam pelayanan publik,” katanya.

‎Sementara, Kepala Bidang Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Ayusriadi, melaporkan adanya sembilan aduan tertulis yang seluruhnya ditangani melalui mediasi dan klarifikasi.

‎“Ada sembilan aduan tertulis yang masuk dan semuanya dapat dikomunikasikan dengan baik melalui mediasi, klarifikasi dan menyurat kepada pihak yang mengadukan,” jelasnya.

‎Ia menambahkan dasar hukum layanan kini menggunakan Permenham Nomor 10 Tahun 2025 menggantikan Permenkumham Nomor 22 Tahun 2023. Sebagian besar aduan merupakan persoalan personal.

‎“Tidak ada kasus besar seperti kerusuhan. Umumnya persoalan klasik, misalnya rumah tangga atau pernikahan ganda,” ungkapnya.

‎Dari sembilan aduan yang masuk, tujuh telah tuntas dan dua masih dalam proses.

‎“Dua masih berproses, selebihnya sudah tuntas,” tutupnya. (MA)