Rastranews.id, Makassar – Aliansi Gerakan Rakyat Menolak Lokasi Pembangunan PLTSa (GERAM PLTSa) kembali menggelar demonstrasi di depan Kantor Gubernur Sulawesi Selatan, Selasa (21/10/2025) pagi.
Massa aksi yang merupakan gabungan warga Mula Baru, Tamalalang, Alamanda, dan Akasia, Kecamatan Tamalanrea, itu menegaskan penolakan terhadap rencana pembangunan fasilitas pengolahan sampah menjadi listrik (PSEL/PLTSa) oleh PT Sarana Utama Energy (PT SUS).
Aliansi menyebut proyek tersebut sebagai ancaman ekologis dan kesehatan publik.
Mereka menilai klaim bahwa PLTSa termasuk proyek strategis nasional justru berpotensi menggagalkan arah pengelolaan sampah sebagaimana amanat UU 18/2008.
Perpres 109/2025 juga dikritik karena mendorong pembangunan PLTSa secara masif tanpa mempertimbangkan risiko terhadap warga sekitar.
Dalam orasinya, GERAM PLTSa memaparkan risiko emisi insinerator seperti PM 2.5, dioksin, dan furan yang bersifat karsinogenik dan dapat mencemari udara, tanah, hingga rantai makanan.
Mereka juga menyoroti potensi beban fiskal daerah akibat skema tipping fee yang dinilai menggerus APBD Kota Makassar dalam jangka panjang.
Selain aspek dampak dan finansial, aliansi menuding proyek PT SUS cacat prosedural karena sosialisasi dinilai tidak transparan dan tidak memenuhi prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC).
Mereka menyebut mayoritas warga Tamalanrea telah menyatakan penolakan total.
Perwakilan aliansi, Jamaluddin Mappi, menyampaikan aspirasi mereka secara langsung di hadapan pejabat pemerintah.
Ia menegaskan bahwa aksi yang dilakukan bersifat damai dan hanya menuntut agar pemerintah turun melihat kondisi lapangan.
“Sudah beberapa instansi kami datangi, tapi belum pernah ada jawaban bahwa pihak terkait akan turun langsung ke lapangan. Tidak akan pernah ada penyelesaian jika tidak ada pihak dari Dinas Lingkungan Hidup dan Tata Ruang yang benar-benar mengunjungi lokasi,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa masyarakat tidak menolak konsep PLTSa secara umum. Namun, mereka keberatan jika pembangunan proyek tersebut dilakukan di kawasan kampung mereka yang padat penduduk.
“Kami tidak menolak pembakaran sampah menjadi energi listrik di Kota Makassar karena kami sadar itu bisa mengurangi volume sampah. Tapi jangan di kampung kami. Kampung kami tidak layak karena jarak lokasi dengan rumah warga berdempetan langsung dengan tembok perusahaan,” terangnya.
“Tolong dengarkan hati nurani kami. Kami hanya meminta lokasinya dipindahkan. Jika lokasi dipindahkan, kami akan merasa tenang dan tidak hidup dalam kekhawatiran untuk 30 tahun ke depan,” tutupnya.
Diketahui pada aksi kali ini GERAM PLTSa menyampaikan enam tuntutan, yakni:
1. Menolak keras pembangunan PSEL/PLTSa di lingkungan Mula Baru, Tamalalang, Alamanda, dan Akasia.
2. Mendesak arah pengelolaan sampah kembali pada prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), bukan berbasis pembakaran.
3. Meminta Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin turun langsung meninjau lokasi dan memastikan proyek dihentikan.
4. Menuntut tim penilai AMDAL menolak penerbitan izin lingkungan PLTSa PT SUS.
5. Mengajak institusi kampus menolak keterlibatan dalam proyek yang dinilai merampas hak warga.
6. Mendesak Presiden Prabowo Subianto mencabut Perpres 109/2025 serta mengalihkan fokus pada pengelolaan sampah berbasis komunitas dan HAM. (MA)