Rastranews.id, Makassar – Lembaga antikorupsi menilai sorotan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap 18 daerah rawan korupsi di Sulawesi Selatan menunjukkan masih lemahnya penanganan kasus korupsi di tingkat daerah.

‎Peneliti Hukum di Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, Ali Asrawi Ramadhan, mengatakan peta kerawanan korupsi yang selama ini diamati ACC sedikit berbeda dari hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) milik KPK.

‎Menurutnya, ACC menilai kerawanan justru bisa dilihat dari stagnasi penanganan kasus korupsi oleh aparat penegak hukum di daerah.

‎“Kalau ACC memetakan kerawanan itu dari banyaknya kasus mandek di wilayah, tapi sedikit pelimpahan perkara ke Pengadilan Tipikor. Jadi patokannya, kejaksaan atau polisi di daerah tidak serius menangani korupsi,” kata Ali, Jumat (17/10/2025).

‎Ia menilai kondisi tersebut menunjukkan lemahnya progresivitas penanganan perkara di daerah, meski laporan atau indikasi korupsi sudah muncul.

‎“Ada penanganan, tapi mandek dan tidak dilimpahkan. Jadi yang dilihat itu progresivitas penanganan perkara,” jelasnya.

‎Meski demikian, Ali mengakui indikator yang digunakan KPK dalam SPI lebih luas dan kompleks. Selain menilai aspek penindakan, KPK juga memasukkan upaya pencegahan dan edukasi antikorupsi di tingkat pemerintah daerah.

‎“Indikator yang dipakai KPK itu lebih kompleks karena tools-nya banyak. Biasanya sampai pada upaya pencegahan di pemerintah daerah, adanya perangkat deteksi dini perilaku korupsi, dan pendidikan antikorupsi di berbagai sektor seperti BUMD, pajak, dan lainnya,” ujarnya.

‎Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak menyoroti hasil SPI 2024 yang menunjukkan masih banyak daerah di Sulsel tergolong rawan korupsi.

‎Dari 24 kabupaten/kota, 18 daerah berada pada zona merah, 6 daerah lainnya zona kuning, dan Pemerintah Provinsi Sulsel sendiri masuk zona merah dengan skor 64,75 poin.

‎Enam daerah yang masuk zona kuning yaitu Luwu Timur, Luwu, Toraja Utara, Soppeng, Maros, dan Sinjai. KPK berharap daerah-daerah tersebut dapat memperbaiki sistem pencegahan dan memperkuat integritas birokrasi.

‎“Kami harapkan dari zona merah bisa berubah, kalau bisa langsung hijau. Tapi kalau perlu bertahap, ya bertahap,” ujar Johanis Tanak.(JY)