Rastranews.id, Makassar – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) menegaskan bahwa hingga saat ini belum ada penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Sulsel. Kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi, mengatakan proses masih berjalan dan belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Masih penyelidikan. Belum (ada tersangka). Karena penetapan tersangka itu dilakukan setelah naik ke tahap penyidikan,” ungkap Soetarmi kepada Rastranews saat dikonfirmasi, Senin (13/10/2025)
Kejati Sulsel diketahui tengah mendalami penggunaan dana hibah senilai Rp 14 miliar yang dikelola Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sulsel untuk kegiatan Pekan Olahraga Nasional (PON) XXI Aceh–Sumatera Utara 2024.
Informasi yang diperoleh menyebutkan, Kejati Sulsel telah tiga kali memeriksa Kepala Dispora Sulsel, Suherman, terkait penggunaan dana hibah tersebut.
Bahkan, pihak kejaksaan meminta Suherman untuk kembali ke lokasi pelaksanaan PON XXI guna melengkapi seluruh administrasi penggunaan dana yang dinilai masih kurang.
Soetarmi menjelaskan, penyelidikan dilakukan untuk memastikan apakah penggunaan dana hibah tersebut telah sesuai dengan peruntukannya.
Menurutnya, tahap penyelidikan dilakukan dengan memanggil sejumlah pihak dan meminta keterangan awal terkait penggunaan anggaran.
“Dalam penyelidikan itu, kita mulai dari adanya informasi atau peristiwa dugaan tindak pidana korupsi. Jadi kita lakukan permintaan-permintaan keterangan, baik kepada pihak-pihak terkait maupun penerima hibah. Baru sebatas itu dulu,” jelas Soetarmi.
“Nanti, kalau dari hasil itu ditemukan hal-hal yang mengarah pada unsur tindak pidana korupsi, akan dilakukan gelar perkara di hadapan pimpinan. Kalau dalam gelar perkara ditemukan minimal dua alat bukti, barulah perkara itu bisa naik ke tahap penyidikan untuk menentukan siapa pelakunya,” imbuhnya.
Sejauh ini, tim Kejati Sulsel masih memeriksa berbagai pihak, termasuk pengurus cabang olahraga (cabor) dan atlet penerima bantuan dana hibah.
“Kita tanya, kamu terima bantuan dana? Berapa jumlahnya? Digunakan untuk apa? Pertanggungjawabannya bagaimana? Ada dokumen atau bukti penggunaannya? Nah, itu yang sedang kita kumpulkan satu per satu,” ungkap Soetarmi.
Ia menegaskan, proses penyelidikan masih panjang karena harus menelusuri secara detail dugaan penyimpangan dalam penggunaan dana hibah tersebut.
“Kalau misalnya ditemukan ada unsur tindak pidana korupsi, seperti uang yang diserahkan tidak sesuai jumlahnya, pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan tidak ada, atau ada tapi tidak sesuai dengan kenyataan, itu akan kita dalami,” jelasnya.
“Contohnya begini, dalam laporan disebutkan untuk makan 20 orang, ternyata di lapangan hanya 10 orang yang makan. Hal-hal seperti itu yang sedang kita periksa lebih lanjut,” terang Soetarmi.
Soetarmi menyebutkan, banyaknya cabang olahraga dan atlet yang terlibat membuat proses penyelidikan membutuhkan waktu.
“Masih panjang prosesnya, karena ini tahap penyelidikan. Kita baru menelusuri indikasi-indikasi adanya kecurangan yang bisa mengarah pada tindak pidana korupsi. Setelah itu baru bisa kita tentukan siapa yang bertanggung jawab,” ujarnya.
“Banyak cabang olahraga dan banyak atlet yang terlibat. Misalnya, ada yang menerima perlengkapan seperti sepatu, dana, atau bantuan lainnya. Semua itu akan kita tanyakan. Kalau misalnya ada 500 atlet yang menerima, otomatis semuanya harus kita mintai keterangan. Jadi memang prosesnya masih berjalan,” pungkas Soetarmi. (MA)