Rastranews.id, Makassar – Kasus kekerasan seksual di Makassar sepanjang 2025 menunjukkan peningkatan signifikan.
Dalam sepuluh bulan terakhir, UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) mencatat lebih dari 200 kasus, melampaui angka kasus sepanjang tahun sebelumnya.
Alita Karen, dari Yayasan Pemerhati Masalah Perempuan Sulsel, menyebut lonjakan kasus kekerasan seksual di Makassar sepanjang 2025 sudah berada pada level darurat.
Mayoritas korban adalah anak-anak, bahkan di lingkungan keluarga dan pendidikan.
“Kasus guru SD Mangga Tiga, kasus ayah kandung mencabuli anaknya sampai hamil, eksibisionis anak-anak SMP dan SMA, dan kasus-kasus lainnya menunjukkan tren yang bukan hanya konsisten, tapi meningkat,” ujar Alita kepada RastraNews, Kamis (9/10/2025)
Menurut Alita, berdasarkan data dan pola kasus yang muncul sepanjang tahun, Makassar dapat dikatakan sedang berada dalam situasi darurat kekerasan seksual.
“UPT PPA mencatat lebih dari 200 kasus kekerasan seksual hanya dalam 10 bulan. Angka ini melampaui tahun sebelumnya,” jelasnya.
Sebagian besar korban adalah anak perempuan usia SD–SMP, bahkan balita.
Banyak kasus terjadi di lingkungan keluarga, sekolah, dan tempat ibadah. Dimana ruang-ruang tersebut seharusnya jadi ruang yang aman.
“Pelakunya pun berasal dari orang terdekat, ayah kandung, guru, tetangga, bahkan tokoh masyarakat,” tambah Alita.
Ia juga menyoroti meningkatnya fenomena eksibisionisme dan predator digital.
Seperti yang sempat menghebohkan warga di kawasan Jalan Monginsidi, dimana seorang pria mempertontonkan aksi tak senonoh tak jauh dari gerbang SMK 8 Makassar.
“Kasus pelaku yang melakukan masturbasi di depan sekolah atau mencabuli anak lewat rayuan di WhatsApp menunjukkan bahwa ruang publik dan digital makin rentan,” katanya.
Menurutnya, kasus kekerasan seksual di Makassar yang terdata hanyalah puncak gunung es.
Ada kemungkinan masih banyak kasus yang belum terungkap sebab korban yang takut untuk bicara.
“Banyak korban tidak melapor karena takut, malu, atau terancam. Yang tercatat hanyalah sebagian kecil dari jumlah sebenarnya,” ujar Alita.
Ia pun menilai kondisi ini harus menjadi alarm sosial bahwa sistem perlindungan anak di Makassar belum berjalan optimal.
“Fenomena ini adalah panggilan darurat bagi semua pihak untuk bergerak bersama, bukan hanya aparat, tapi juga masyarakat,” pungkasnya. (MA)