Rastranews.id, Gowa – Pengadilan Negeri Sungguminasa, Kabupaten Gowa, telah membacakan putusan terhadap terdakwa kasus uang palsu, Annar Salahuddin Sampetoding, pada Rabu, 1 Oktober 2025.

Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan Terdakwa terbukti melanggar Pasal 37 Ayat (2) UU No 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, yang merupakan dakwaan Subsidiair Penuntut Umum.

Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara selama 5 tahun kepada Terdakwa.

Selain itu, Terdakwa juga dikenakan pidana denda sebesar Rp 300.000.000 dengan ketentuan subsider 3 bulan kurungan.

Atas putusan tersebut, baik Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun pihak Terdakwa menyatakan Banding.

Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel, Soetarmi, menjelaskan bahwa sikap JPU untuk mengajukan banding diambil karena adanya perbedaan yang signifikan antara vonis Majelis Hakim dengan tuntutan yang diajukan.

Sebelumnya, JPU pada Kejaksaan Negeri Gowa telah menuntut Terdakwa Annar dengan pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp 100.000.000 subsider 1 tahun kurungan.

“Vonis 5 tahun yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim dinilai terlalu ringan dan tidak mencerminkan keadilan setimpal dengan perbuatan Terdakwa yang mengancam stabilitas mata uang negara. Oleh karena itu, JPU Kejari Gowa telah menyatakan banding untuk menguji kembali putusan ini di tingkat yang lebih tinggi,” tegas Soetarmi.

Soetarmi juga menjelaskan bahwa JPU mendakwa Annar Salahuddin Sampetoding dengan dakwaan Primair Pasal 37 ayat (1) UU RI Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun.

Tuntutan 8 tahun diajukan berdasarkan dakwaan Primair tersebut.

Adapun kronologi perkara dimulai pada rentang tahun 2022-2023, ketika Terdakwa Annar menyuruh saksi Muhammad Syahruna untuk mempelajari cara pembuatan uang rupiah palsu.

Secara bertahap, Annar mentransfer uang dengan total Rp287 juta ke rekening Syahruna untuk membeli seluruh alat dan bahan yang dibutuhkan.

Setelah dibeli, Syahruna membawa semua perlengkapan tersebut ke rumah Annar di Jalan Sunu 3, Kota Makassar.

Pada Februari 2024, Syahruna sempat mencoba alat yang dibeli untuk mencetak poster Terdakwa yang berniat mencalonkan diri sebagai Gubernur Sulawesi Selatan.

Selanjutnya, pada Juli 2024, Syahruna mulai mencetak uang palsu pecahan Rp100 ribu, namun hasilnya masih belum sempurna.

Terdakwa Annar kemudian meminta Syahruna menghentikan pencetakan dan memusnahkan alat dan bahan tersebut.

Namun, sebelum alat itu dimusnahkan, pada Mei 2024, saksi Andi Ibrahim mengunjungi Terdakwa Annar untuk mencari donatur bagi pencalonan dirinya sebagai Bupati Barru.

Terdakwa Annar lantas mempertemukan Andi Ibrahim dengan Syahruna untuk membicarakan produksi uang palsu.

Setelah pertemuan tersebut, kegiatan pembuatan uang palsu dipindahkan dari rumah Terdakwa ke Gedung Perpustakaan UIN Alauddin Makassar.

“Sikap banding ini merupakan wujud komitmen Kejaksaan dalam menjaga integritas penegakan hukum dan memastikan bahwa supremasi hukum ditegakkan, khususnya dalam perkara serius yang berkaitan dengan mata uang negara,” tutup Soetarmi. (MA)