Rastranews.id, Jakarta – Eks Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Gatot Nurmantyo mengatakan bahwa kondisi ekonomi Indonesia kini tengah mengalami kesulitan imbas dari kerusuhan aksi Demonstrasi yang terjadi beberapa waktu lalu.
Hal ini disampaikannya dalam podcast yang diunggah pada kanal YouTube Refly Harun beberapa waktu lalu.
“Saya sedikit agak mengupas tapi singkat-singkat saja, bahwa kondisi ekonomi kita sedang terpuruk sebenarnya dengan kejadian kemarin,” kata Gatot, seperti dikutip dari kanal YouTube Refly Harun, Selasa (16/9).
Menurutnya, kemarahan masyarakat yang terus berlangsung sebab kerusuhan aksi demonstrasi yang terjadi belakangan ini di sejumlah wilauah, akan berdampak terhadap kondisi ekonomi Indonesia jika tidak ditangani dengan tepat.
“Masyarakat yang marah dengan aksi belakangan ini akan menyusul krisis moneter kalau kita nanti hati-hati,” ungkapnya.
Ia pun menyebut kondisi fiskal negara sudah memasuki fase kritis, lantaran penerimaan negara hanya mencapai 8,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
“Finansial, kita sudah masuk finansial karena memang penerimaan negara kita hanya 8,5 persen dari PDB,” ujarnya.
Kata dia, tindakan Menteri Keuangan yang memangkas dana daerah hingga 24 persen merupakan angka terendah dalam 10 tahun terakhir.
Hal itu akan menyebabkan pemborosan waktu yang kemudian timbul masalah seperti di Pati terkait dengan kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
“Itu yang saya katakan bahwa apa yang dilakukan Menteri Keuangan dengan pemangkasan dana daerah sampai 24 persen dan selama 10 tahun paling rendah, ini akan menyebabkan buang waktu, muncullah Pati dan sebagainya,” tuturnya.
Meski begitu, ia menuturkan bahwa sebenarnya situasi ini bukan kesalahan pemerintah daerah.
Dimana pemerintah daerah mengalami kesulitan untuk membayar gaji pegawai akibat pemangkasan dana tersebut.
“Jadi bukan salah pemerintah daerah sebenarnya, tapi ini memang ya gimana pemerintah daerah untuk bayar gaji enggak bisa,” ujarnya.
Pun demikian, pria berusia 65 tahun itu menjelaskan, kemarahan yang ditunjukkan masyarakat disebabkan oleh kenaikan pajak PBB dan retribusi yang sangat tinggi dari pemerintah, kemudian dibebankan kepada mereka.
“Yang dia punya cuma menaikkan pajak PBB dan retribusi. Kemudian kenapa marah? Karena generasio sangat tinggi,” imbuhnya.