Rastranews.id, Jakarta – Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), Hari Rachmansyah memproyeksikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi menguat pekan ini.
Hal itu didorong oleh dua katalis utama yaitu kebijakan The Fed yang lebih dovish dan suntikan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun ke bank-bank BUMN.
“Keputusan suku bunga The Fed yang berpotensi lebih dovish setelah data ketenagakerjaan melemah membuka peluang arus modal masuk kembali ke emerging market serta menjaga momentum penguatan harga emas sebagai salah satu sektor defensif pilihan investor, dimana jika suku bunga US dipangkas kemungkinan USD akan melemah dan membuat harga emas semakin naik,” tegasnya pada Senin (15/9/2025) melalui pernyataan tertulis.
Hari menambahkan, dari domestik pasar fokus pada kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menempatkan dana Rp200 triliun di bank-bank BUMN untuk memperkuat likuiditas dan mendorong kredit sektor riil yang diproyeksikan memberi katalis positif bagi sektor perbankan.
Selain itu, pemerintah juga akan meluncurkan program magang berbayar enam bulan bagi fresh graduate mulai kuartal IV-2025, sebagai upaya menjembatani pendidikan dengan kebutuhan industri.
Dengan kombinasi sentimen global dan domestik tersebut, ia pun optimis IHSG berpotensi menguat menguji resistance di 8.000 dengan support di 7.650.
Proyeksi penguatan ini akan terjadi setelah IHSG terkoreksi tajam -3,53 persen di awal pekan lalu akibat reshuffle Menkeu, dengan capital outflow asing hingga Rp 6 triliun.
Namun, sentimen positif dari kebijakan penyuntikan dana Rp200 triliun ke perbankan mendorong rebound +2,49 persen, sehingga sepanjang pekan IHSG hanya melemah -0.17 persen.
Hari menyebutkan pergerakan IHSG pekan lalu dipengaruhi oleh sejumlah sentimen global dan domestik.
Dari global terdapat peluang besar bahwa keputusan suku bunga AS pekan depan akan menjadi katalis utama pergerakan pasar global.
Data ketenagakerjaan di AS yang cenderung melemah berpotensi mendorong The Fed mengambil sikap lebih dovish, sehingga memperkuat ekspektasi pemangkasan suku bunga.
“Bagi pasar negara berkembang, termasuk Indonesia, dinamika ini penting dicermati karena akan mempengaruhi arus modal global dan sentimen investor. Dalam kondisi tersebut, aset safe haven seperti emas serta saham di sektor yang sensitif terhadap perubahan suku bunga seperti perbankan hingga real estate diperkirakan akan mendapat perhatian lebih dari pelaku pasar.” jelasnya.
Sementara itu sentimen dari domestik terkait dengan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa yang menetapkan kebijakan penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun ke bank-bank BUMN untuk penyaluran kredit sektor riil.
Rinciannya, Bank Mandiri, BRI, dan BNI masing-masing memperoleh Rp 55 triliun, BTN Rp 25 triliun, serta BSI Rp 10 triliun.
“Dana tersebut ditempatkan dalam bentuk deposito on call dengan bunga sekitar 4% dan tenor enam bulan. Bank penerima wajib menandatangani perjanjian dengan Kemenkeu dan melaporkan penggunaan dana secara berkala. Meski kebijakan ini positif bagi likuiditas dan pertumbuhan ekonomi, pasar tetap mencermati tekanan outflow asing dan stabilitas rupiah,” terangnya. (MA)