Rastranews.id – Pada 17 Juli 1976, dunia dikejutkan oleh aksi boikot massal dari 25 negara Afrika terhadap Olimpiade ke-21 yang digelar di Montreal, Kanada.

Boikot ini bukan tanpa alasan. Mereka menolak keikutsertaan Selandia Baru karena tim rugby negara tersebut, All Blacks, melakukan tur ke Afrika Selatan di tengah embargo internasional atas rezim apartheid.

Padahal, sejak 1964, Afrika Selatan sudah dilarang tampil di Olimpiade sebagai bentuk penolakan terhadap politik rasialnya. Namun, Komite Olimpiade Internasional (IOC) enggan memberi sanksi kepada Selandia Baru, dengan dalih bahwa tur rugby itu bukan bagian dari program Olimpiade.

Juru bicara Komite Olimpiade Selandia Baru bahkan menyatakan bahwa tur tersebut diatur oleh Serikat Rugby Selandia Baru, badan otonom yang tidak terikat dengan IOC. Ia menilai permintaan untuk melarang Selandia Baru tidak masuk akal, mengingat ada 26 negara lain yang juga beraktivitas olahraga dengan Afrika Selatan dalam setahun terakhir.

Namun bagi negara-negara Afrika, solidaritas terhadap perjuangan anti-apartheid jauh lebih penting. Puncaknya, Kenya, beberapa jam sebelum upacara pembukaan mengumumkan mundur dari Olimpiade.

“Pemerintah dan rakyat Kenya berpendapat bahwa prinsip lebih berharga daripada medali,” tegas Menteri Luar Negeri James Osogo, dikutip dari BBC.

Aksi ini berdampak besar: lebih dari 300 atlet absen, sejumlah cabang olahraga dibatalkan atau dijadwal ulang, dan kerugian finansial mencapai satu juta dolar Kanada dalam dua hari pertama, akibat pengembalian tiket dan pembatalan hotel.

Negara-negara yang memboikot antara lain, Kenya, Libya, Nigeria, Zambia, Uganda, Ghana, Tanzania, Aljazair, Ethiopia, Sudan, Gabon, Republik Afrika Tengah, Togo, Niger, Chad, Kongo, Malawi, Gambia, dan Upper Volta (kini Burkina Faso). Mesir, meski sempat ikut tampil, kemudian mundur dan menambah daftar menjadi 33 negara.

Tidak hanya negara-negara Afrika, Taiwan juga menarik diri. Pemerintah Kanada saat itu tidak mengizinkan Taiwan tampil dengan nama Republik China, karena sudah secara resmi mengakui Republik Rakyat Tiongkok.

Ironisnya, meski menjadi tuan rumah, Kanada harus menanggung kerugian besar dan kecaman internasional. Sementara itu, Uni Soviet keluar sebagai juara umum dengan total 125 medali dari 6.080 atlet yang tetap berkompetisi mewakili 92 negara.

Olimpiade 1976 di Montreal bukan sekadar ajang olahraga, tapi menjadi panggung geopolitik yang memperlihatkan bagaimana olahraga tak bisa lepas dari sikap moral dan perjuangan keadilan sosial.